Laman

Selasa, 10 Maret 2015

Pilsafat Aliran Idealisme

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah seorang idealis adalah anti realis, dan demikian pula sebaliknya?
Secara logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus idealisme (Plato) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika demikian, apakah mungkin Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga seorang idealis? Apa sesungguhnya hakekat ide dan riil atau materi itu?
Idealisme menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
Dalam konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan didominasi oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif tentang segala sesuatu. Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa. Bagaimana idealisme bisa diterapkan dalam tahap-tahap pemikiran peserta didik atau manusia pada umumnya?
Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik, syarat dengan pemikiran, perenungan, dialog, dll. Dan akan menjadikan suasana proses belajar mengajar menjadi aktif (active learning). Bagaimana jika peserta didik pasif?
Kurikulum yang digunakan dalam aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan penyiapan keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis. Bagaimana relevansinya dengan dunia modern yang serba positivistik, yakni jauh lebih empiris dari pada realisme?
Evaluasi yang digunakan dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana evaluasi esay ini sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dalam meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal. Bagaimana evaluasi esay untuk siswa dasar sesuai pola perkembangan pemikirannya?
Idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.  Dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan lagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan aliran filsafat ideaisme.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa paradigma idealisme dalam menentukan kebenaran dan apa ide tertinggi itu?
2.      Bagaimana implikasi idealisme dalam pendidikan, khususnya jika ditinjau dari tujuan, kurikulum, metode dan evaluasi?
C.   Tujuan Masalah
Melihat dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dari rumusan masalah tersebut, antara lain:
1.      Untuk mengetahui paradigma aliran filsafat idealisme dalam menentukan kebenaran dan maksud dari ide tertinggi itu.
2.       Untuk mengetahui implikasi idealisme dalam pendidikan, khususnya jika ditinjau dari tujuan, kurukulum, metode dan evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Hakekat Aliran Idealisme
a.      Latar Belakang (Sejarah) Aliran Idealisme
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam idea.[1]
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman idealisme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode idealisme. Dan Jerman yang berpengaruh besar di Eropa.
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Athena, selama Plato hidup, adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis).[2] Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar. [3]
Idealisme dengan penekanannya  pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descartes (1596-1650), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804) dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Harris (1835-1909) yang menggagas Journal of Speculative Philosophy. Ada dua penganut idealis abad XX yang telah berjuang menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan modern, antara lain: J. Donald Butler dan Herman H. Horne.[4] Sepanjang sejarah, idealisme juga terkait dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual dan keduniawian lain dari realitas.
Tokoh-tokoh Idealisme :
1.        Plato (477 -347 Sb.M)
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indra. Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang berkaitan juga dengan ide atau gagasan. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
2.        Immanuel Kant (1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dengan demikian, ruang dan waktu yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dapat membantu kita (manusia) untuk mengembangkan intuisi kita. Menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi, bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman. Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
3.        Pascal (1623-1662)[5]
Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
a.         Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Ketika akal dengan semua perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka hati lah yang akan berperan. Oleh karena itu, akal dan hati saling berhubungan satu sama lain. Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam memperoleh suatu pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.
b.         Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak.
c.         Filsafat bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan itu terletak pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak akan mendapatkan kepuasan karena manusia mempunyai logika yang kemampuannya melebihi dari logika itu sendiri. Dalam mencari Tuhan Pascal tidak menggunakan metafisika, karena selain bukan termasuk geometri tapi juga metafisika tidak akan mampu. Maka solusinya ialah mengembalikan persoalan keTuhanan pada jiwa. Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada kekurangannya, tidak terkecuali filsafat.
4.        J. G. Fichte (1762-1914 M.)[6]
Ia adalah seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin.   Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
Hal tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika kita melihat sebuah meja dengan mata kita, maka secara tidak langsung akal (rasio) kita bisa menangkap bahwa bentuk meja itu seperti yang kita lihat (berbentuk bulat, persegi panjang, dll). Dengan adanya anggapan itulah akhirnya manusia bisa mewujudkan dalam bentuk yang nyata.
5.        F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)
Schelling telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah filsuf Idealis Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel.
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subyektif dari subyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subyek) dan alam (obyek) yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak.
Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah sebagai identitas murni atau indiferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau tidak ada perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduanya saling berkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan antara keduanya.
6.        G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)[7]
Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).
  1. Esensi Aliran Idealisme
Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakekat realitas.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.[8]
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental.[9] Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara  demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.
Aliran idealisme kenyataanya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan 2 macam realita :
1.          Yang tampak : apa yang kita alami dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, hidup dan mati dll.
2.          Realitas sejati : merupakan sifat yang kekal dan sempurna (ideal). Gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukan-kedudukan lebih tinggi dari yang nampak, karena ide merupakan wujud yang hakiki.
Beberapa pengertian Idealisme :
1.        Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu   penjelmaan pikiran. 
2.        Untuk menyakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran.
3.        Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pemikiran mutlak dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi.
4.        Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk  fisik tidak ada.
5.        Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. Dunia eksternal tidak bersifat fisik.
William E. Hocking, seorang penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa, sebutan ”ide-isme” kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme.[10] Hal itu benar, karena idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi” (ideas), seperti kebenaran, keindahan, & kemuliaan daripada berkaitan dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan yang bisa dimaksudkan ketika kita berucap, “Dia sangat idealistik”.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.[11]
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada,  sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah fenomena pengiring.
 Pandangan beberapa filsuf mengenai Idealisme:
1.     Schelling memberikan nama yang diberikan Idealisme subyektif pada filsafat Fichte, dengan alasan bahwa dalam pemikiran Fichte dunia merupakan postulat subyek yang memutuskan.
2.     Idealisme obyektif adalah nama yang diberikan oleh Schelling pada pemikiran filsafatnya. Menurutnya, alam adalah intelegensi yang kelihatan. Hal tersebut menunjukkan semua filsafat yang mengidentikkan realitas dengan ide, akal atau roh.
3.     Hegel menerima klasifikasi schelling, dan mengubahnya menjadi idealisme absolut sebagai sintesis dari pandangan idealisme subyektif (tesis) dan obyektif (antitesis).
4.     Idealisme transendental adalah pandangan dan penyebutan dari Immanuel kant. Sering disebut sebagai idealisme kritis. Pandangan ini mempunyai alternatif yaitu isi dari pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya, sedangkan ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri.
5.     Idealisme epistimologi merupakan suatu keputusan bahwa kita membuat kontak hanya dengan ide-ide atau pada peristiwa manapun dengan entitas-entitas psikis.
6.     Idealisme personal adalah sistem filsafat Howison dan Bowne.
7.     Idealisme voluntarisme dikembangkan oleh Foulee dalam suatu sistem yang melibatkan tenaga pemikiran.
8.     Idealisme teistik pandangan dan sistem filsafat dari Ward.
9.     Idealisme monistik adalah penyebutan dan sistem filsafat dari Paulsen.
10. Idealisme etis adalah pandangan filsafat yang dianut oleh Sorley dan Messer.
11. Idealisme Jerman, pemicunya adalah Immanuel Kant dan dikembangkan oleh penerus-penerusnya. Idealisme merupakan pembaharuan dari Platonis, karena para pemikir melakukan terobosan-terobosan filosofis yang sangat penting dalam sejarah manusia, hanya dalam tempo yang sangat singkat, yaitu 40 tahun (1790- 1830) dan gerakan intelektual ini mempunyai kedalaman dan kekayaan berpikir yang tiada bandingnya.
 Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah[12] :
a.      metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b.     humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c.      epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d.     aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
Demikian kemanusiaan merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan sendiri. Idea yang berpikir sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya menimbulkan anti tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.
Demikian proses roh atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah yang menjadi keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku menurut hukum akal. Jadi semua yang riil bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil. Maksudnya luasnya rasio sama dengan luasnya realitas, sedangkan realitas menurut Hegel adalah proses pemikiran (ide).
Prinsip-prisip Idealisme :
a.      Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
b.     Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c.      Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
d.     Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini.
c.       Idealisme Dalam Pendidikan
Aliran idealisme terbukti cukup banyak  berpengaruh dalam dunia pendidikan. William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.
 Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Sejak idealisme sebagai aliran filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan filsafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat tapi idealisme.[13] Maka tujuan pendidikan menurut aliran idealisme terbagi atas tiga hal, tujuan untuk individual, masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai :[14]
a)     Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana atau fasilitator yang akan mengantarkan anak didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi dalam aktifitas pembelajaran. Untuk itu, penting bagi guru memahami kondisi peserta didik dari berbagai sudut, baik mental, fisik, tingkat kecerdasan dan lain sebagainya.
b)     Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Artinya, seorang guru itu harus mempunyai pengetahuan yang lebih dari pada anak didik.
c)     Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan untuk mengembangkan suatu model pembelajaran, baik dari segi materi dan yang lainnya.
d)    Guru haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh murid. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi kepribadian yaitu karakter dan kewibawaan yang berbeda dengan guru yang lain.
e)     Guru menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi sosial yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi dengan anak didik.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya aktual. Sedangkan implikasi Aliran Idealisme dalam Pendidikan yaitu :
a.          Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
b.         Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
c.          Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
d.         Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
e.          Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
Implementasi Idealisme dalam Pendidikan:[15]
a.      Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi juga harus menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal dan tak terbatas.
b.     Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik untuk memahami realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai warisan sosial.
c.      Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual. Memperkenalkan suatu spirit intelektual guna membangun masyarakat yang ideal.
d.     Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
e.      Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu, kurikulum seyogyanya bersifat tetap dan tidak menerima perkembangan.
f.      Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat. Dengan kata lain, guru harus menyiapkan situasi dan kondisi yang kondusif untuk mendidik anak didik, serta lingkungan yang ideal bagi perkembangan mereka, kemudian membimbing mereka dengan kasih sayang dan dengan ide-ide yang dipelajarinya hingga sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya.
B.  Analisis Dalam Menjawab Rumusan Masalah
1.    Paradigma idealisme dalam menentukan kebenaran dan maksud dari ide tertinggi
Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat yang menitik beratkan pada ide atau gagasan. Atau sering juga disebut sebagai aliran yang menganggap sesuatu yang nyata atau riil itu adalah yang ada dalam akal pikiran manusia. Jadi bisa dikatakan bahwa, jalan pemikiran aliran idealisme itu berlawanan dengan pemikiran aliran realisme. Aliran filsafat realisme menganggap sesuatu yang nyata itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dll. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
Paradigma (cara pandang) yang digunakan oleh aliran idealisme adalah melihat bahwa sesuatu yang nyata itu adalah apa yang ada di dalam pikiran manusia. Dalam hal ini, tidak terlepas dari apa yang dimaksud dengan metafisika. Paradigma ini sangat berlawanan arah dengan paradigma yang ada pada filsafat realisme. Perbedaan tersebut lalu tidak lantas menjadikan kedua aliran ini saling berselisih. Dengan adanya perbedaan paradigma tersebut, menjadikan keduanya saling melengkapi, sehingga diharapkan akan mampu berperan penting dalam pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman.
Maksudnya adalah dalam idealisme, ide merupakan sesuatu yang penting. Dan ide tertinggi dalam idealisme adalah kebaikan. Karena hakikat kebenaran merupakan salah satu yang dipelajari dalam cabang filsafat, yaitu ontologi. Ide juga merupakan hal yang berkaitan erat dengan pengalaman. Semakin banyak pengalaman seseorang, maka akan semakin luas juga ide dalam memecahkan suatu masalah.
2.    Implikasi idealisme dalam pendidikan khususnya jika ditinjau dari tujuan, kurikulum, metode dan evaluasi
Implikasi idealisme dalam pendidikan jika dilihat dari tujuan pendidikan formal dan informal adalah sebagai pembentuk karakter atau kepribadian peserta didik dan ditujukan kepada pengembangan bakat dan kebijakan sosial.
Tujuan pendidikan menurut aliran idealisme terbagi atas tiga hal, tujuan untuk individual, masyarakat, dan campuran antara keduanya. Pendidikan bertujuan untuk individual agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Tujuan pendidikan bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia, karena manusia adalah makhluk sosial dan manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Sedangkan tujuan secara sintesis (gabungan antara tujuan individual dengan kehidupan sosial, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan (Hablum minallah).
Implikasi idealisme dalam pendidikan jika dilihat dari kurikulum adalah:
a.         Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal (artes liberalis). Maksudnya adalah memberikan kebebasan berpikir kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan. Sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran. Dalam hal ini kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Dan akan menciptakan pembelajaran active learning (pembelajaran aktif).
b.         Penyiapan keterampilan bekerja, melalui pendidikan praktis. Maksudnya adalah selain memberikan materi pelajaran yang berupa pengetahuan yang sesuaikan dengan kompetensi, dalam kurikulum juga ada materi yang berkaitan dengan kejuruan atau keahlian (vocation). Biasanya hanya ada dalam kurikulum untuk sekolah kejuruan, seperti SMK atau STM.
Selain itu, kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual. Dan siswa lebih bisa mengeksplor kemampuan mereka.
Selanjutnya implikasi idealisme dalam pendidikan jika dilihat dari metode. Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik meskipun demikian, setiap metode efektif dapat mendorong semangat belajar siswa. Maksudnya adalah metode dialektik ini syarat dengan pemikiran, perenungan, dialog, dll. Apabila didukung dengan adanya metode dan stategi yang lain dalam pembelajaran, maka akan lebih efektif dan efisien dalam mengoptimalkan metode dialektik tersebut. Sehingga akan terciptanya pembelajaran aktif.
Kemudian implikasi idealisme dalam bidang evaluasi tidak hanya berdasarkan kepada nilai akhir peserta didik, tapi juga menurut keseharian peserta didik. Evaluasi tidak hanya ditinjau dari satu aspek tapi juga semua aspek yaitu dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal itu karena dalam idealisme guru bersifat demokratis, sehingga pembelajaran berjalan dengan efektif karena guru adil dalam melakukan evaluasi.  
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Berdasarkan paparan penulis di atas, dapat disimpulkan antara lain :
Idealisme adalah merupakan salah satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Tokoh –tokoh dalam idealisme diantaranya yaitu : Rene Descartes (1596-1650) , George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804), F. W. S. Schelling (1775-1854), dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Haris yang menggagas journal of speculative philosophy.
Implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
a.         Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
b.        Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
c.         Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
d.        Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
e.         Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
B.    Saran
Saran yang bisa diberikan penulis adalah sebagai manusia dalam melakukan segala sesuatu sebaiknya mempertimbangkannya dulu. Yaitu melalui pemikiran (rasio atau akal), agar hasil yang akan didapatkan itu lebih baik dan memuaskan. Hasilnya akan berbeda jika dalam menentukan sesuatu tanpa melalui pertimbangan dan pemikiran, tentu kurang memuaskan.
Sebagai calon seorang guru, hendaknya pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam. Pendidik memenuhi akal peserta didik dengan hakikat dan pengetahuan yang tepat. Dengan kata lain guru harus menyiapkan situasi dan kondisi yang kondusif untuk pembelajaran, serta lingkungan yang ideal bagi perkembangan mereka, kemudian membimbing mereka dengan ide-ide yang dipelajarinya hingga sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya.
Dalam makalah ini tentunya masih ada kesalahan, oleh karena itu penulis berharap agar pembaca tidak mengulangi kesalahan tersebut. Dan semoga bisa bermanfaat untuk masyarakat umum. Tidak lupa penulis berterimakasih kepada pembaca atas partisipasinya.
Daftar Pustaka
A. Mangunhardjana.1997.Isme-isme Dalam Etika dari A-Z. Yogyakarta. Kanisius.
Barnadib, Imam.1988.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta. IKIP.
Butler, J. Donald.1966.Idealisme in Education.New York.Harper & Row.
Harper Harrel Horne.1932.The Democratic Philosophy of Education. New York : The Macmillon.
Hocking , William Ernest.1959.Types of Philosophy. New York: Charles Scribners Sons.
Ihsan , A. Fuad.2010.  Filsafat Ilmu.Jakarta. Rineka Cipta.
Knight, George R.2007. Filsafat Pendidikan, Yogyakarta.Gama Media.
Prof. Dr. H. Ramayulis dan Dr. Samsul Nizar, MA.2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sisitem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya.Jakarta. Kalam Mulia.
Tafsir, Ahmad.2000. Filsafat Umum. Bandung. Rosda.
http://mbegedut.blogspot.com/2011/01/menengok-idealisme-dalam-filsafat.html.Akses pada tanggal 26 Maret 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar