Translate

Senin, 04 Mei 2015

Pengertian, Tujuan dan Fungsi Micro Teaching

Pengertian, Tujuan dan Fungsi 

Micro Teaching

Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, seorang pendidik maupun calon pendidik harus mampu menguasai materi-materi dan tata kelola sebuah kelas dalam proses teaching learning. Penguasaan ini diperoleh melalui latihan-latihan, atau praktek baik sesama calon guru ataupun praktek langsung dilapangan (PPL) bagi calon guru. Kegiatan semacam ini dikenal dengan micro teaching (pembelajaran/pengajaran mikro) yang oleh para pakar dalam memberi pengertian saling berbeda-beda namun intinya sama.
Laughlin dan Moulton dalam Hasibuan mendefinisikan micro teaching (pengajaran mikro) adalah sebuah metode latihan penampilan yang dirancang secara jelas dengan jalan mengisolasi bagian-bagian komponen dari proses mengajar, sehingga guru (calon guru) dapat menguasasi setiap komponen satu persatu dalam situasi mengajar yang disederhanakan.[2]
 
Sukirman mengatakan micro teaching adalah sebuah pembelajaran dengan salah satu pendekatan atau cara untuk melatih penampilan mengajar yang dilakukan secara “micro” atau disederhanakan.[3]  Penyederhanaan disini terkait dengan setiap komponen pembelajaran, misalnya dari segi waktu, materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar mengajar yang dilatihkan, penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran lainnya.
Selanjutnya Hamalik mengatakan pengajaran mikro merupakan teknik baru dan menjadi bagian dalam pembaruan. Penggunaan pengajaran mikro dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar calon guru atau sebagai usaha peningkatan, adalah suatu cara baru terutama dalam sistem pendidikan guru di negera kita.[4] Sedangkan Sardiman mengatakan micro teaching adalah meningkatkan performance yang menyangkut keterampilan dalam mengajar atau latihan mengelola interaksi belajar mengajar.[5]
Memahami dua pendapat ini pengajaran mikro pada dasarnya merupakan suatu metode pembelajaran berdasarkan performa yang tekniknya dilakukan dengan cara melatihkan komponen-komponen kompetensi dasar mengajar dalam proses pembelajaran, sehingga calon guru benar-benar mampu menguasai setiap komponen satu persatu atau beberapa komponen secara terpadu dalam situasi pembelajaran yang disederhanakan.
Dengan demikian, dalam micro teaching bagian sangat penting adalah praktik mengajar sebagai bentuk nyata ditampilkannya kompetensi yang telah dibekalkan kepada calon pendidik. Pada umumnya praktik micro teaching dilakukan dengan model peer-teaching (pembelajaran bersama teman sejawat), karena model ini fleksibel dilaksanakan sebelum melakukan real-teaching dalam kelas yang sesungguhnya. Dalam micro teaching calon pendidik dapat berlatih unjuk kebolehan dengan kompetensi dasar mengajar secara terbatas dan secara terpadu dari beberapa kompetensi dasar mengajar dengan kompetensi (tujuan), materi, peserta didik, dan waktu yang relatif dibatasi (dimikrokan).
Dari uraian-uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pengertian micro teaching dalam penelitian ini merupakan sarana latihan untuk berani tampil menghadapi kelas dengan peserta didik yang beraneka ragam karakternya, mengendalikan emosi, ritme pembicaraan, mengelola kelas agar kondusif untuk proses transfer ilmu, dan lain-lain, praktik micro teaching dilakukan sampai calon pendidik dianggap sudah cukup memadai untuk diterjunkan dalam praktik yang sesungguhnya.
 
2.      Tujuan Micro Teaching
Setelah membahas dan memahami pengertian micro teaching di atas, dapat dirumuskan tujuan secara umum dari micro teaching adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam proses pembelajaran atau kemampuan profesional calon guru dan/atau meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan dalam berbagai keterampilan yang spesifik. Latihan praktek mengajar dalam situasi laboratoris, maka melalui micro teaching, calon guru ataupun guru dapat berlatih berbagai ketrampilan mengajar dalam keadaan terkontrol untuk meningkatkan kompetensinya.
Sardiman mengatakan tujuan dari pembelajaran mikro adalah membekali calon guru sebelum sungguh-sungguh terjun ke sekolah tempat latihan praktek kependidikan untuk praktek mengajar.[6] Sedangkan menurut Dwight Allen dalam Moedjiono, tujuan pembelajaran mikro adalah:
a.  Bagi siswa calon guru
Pertama,  memberikan pengalaman belajar yang nyata dan latihan sejumlah keterampilan dasar mengajar secara terpisah. Kedua, calon guru dapat mengembangkan keterampilan mengajarnya sebelum mereka terjun ke kelas yang sebenarnya. Dan ketiga, memberikan kemungkinan bagi calon guru untuk mendapatkan bermacam–macam keterampilan dasar mengajar serta memahami kapan dan bagaimana keterampilan itu diterapkan.
b. Bagi guru
Pertama, memberikan penyegaran dalam program pendidikan. Kedua, guru mendapatkan pengalaman belajar mengajar yang bersifat individual demi perkembangan profesinya. Dan ketiga, mengembangkan sikap terbuka bagi guru terhadap pembaharuan yang berlangsung di pranatan pendidikan.[7]
Sebagaimana teori sebelumnya, pengajaran mikro bukan hanya untuk calon guru saja tapi juga digunakan untuk guru yang telah mengajar di sekolah-sekolah. Tujuannya pun berbeda-beda, sebagaimana penjelasan Hartono dengan mengelompokkan tujuan pengajaran mikro yakni tujuan pengajaran mikro untuk calon guru dan tujuan untuk para guru:
a.         Tujuan yang berkaitan dengan mahasiswa calon guru, yaitu Pertama, memberi latihan sejumlah keterampilan dasar mengajar secara terpisah dan latihan pengalaman mengajar yang nyata; Kedua, memberi kesempatan calon guru mengembangkan keterampilan mengajar dan bimbingan sebelum mereka tampil di kelas yang sebenarnya; Ketiga, memberikan kesempatan calon guru untuk mendapatkan latihan keterampilan mengajar dan berlatih kapan harus menerapkannya.
b.        Tujuan yang berkaitan dengan guru, yaitu Pertama, memberikan penyegaran keterampilan dasar mengajar; Kedua, memberikan kesempatan menambah pengalaman terbimbing untuk penigkatan dan pengembangan profesinya; dan  Ketiga, mengembangkan sikap terbuka bagi guru terhadap tanggapan/ kritik atas kekurangannya dan pembaharuan yang berkembang di dunia pendidikan.[8]
 
Dari pendapat ini, penulis menyimpulkan bahwa tujuan pembelajaran mikro untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa (calon guru) untuk berlatih mempraktikkan beberapa keterampilan dasar mengajar di depan teman–temannya dalam suasana yang constructive, supportive, dan bersahabat sehingga mendukung kesiapan mental, keterampilan dan kemampuan (performance) yang terintegrasi untuk bekal praktik mengajar sesungguhnya di sekolah/ institusi pendidikan.
 
c.       Fungsi Micro Teaching
Dari berbagai literature yang penulis temukan bahwa fungsi micro teaching secara umum penulis simpulkan bahwa Microteaching berupaya untuk membina calon guru/tenaga kependidikan melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan interaktif. Dalam perannya micro teaching berfungsi sebagai:
 
a.       Fungsi Intruksional
Pada fungsi ini micro teaching sebagai penyedia fasilitas praktik/latihan bagi calon guru/tenaga kependidikan untuk berlatih dan/atau memperbaiki dan meningkatkan keterampilan pembelajaran, yang pada hakikatnya merupakan latihan penerapan pengetahuan metode dan teknik mengajar dan/atau ilmu keguruan yang telah dipelajari secara teoritik.
Hal ini sebagaimana Hamalik mengatakan bahwa pengajaran mikro berfungsi sebagai praktek keguruan, baik dalam pre-service maupun in-sevice.[9] Dengan demikian fungsi intruksional bagi calon guru sebagai tempat mengasah kompetensi dan keterampilan mengajar.
 
b.      Fungsi Pembinaan
Fungsi selanjutnya yaitu sebagai tempat pembinaan dan pembekalan para calon guru sebelum terjun ke lapangan (pengajaran sebenarnya). Sardiman mengatakan bahwa micro teaching dijadikan tempat membekali calon guru dengan memperbaiki komponen-komponen mengajar sebelum terjun ke real class room teaching.[10]
Pendapat ini sudah jelas bahwa adanya micro teaching bagi mahasiswa calon guru dibina dan diajarkan tata cara mengajar di kelas. Fungsi dan manfaatnya bila dilihat sangat besar bagi calon guru terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan dimasa akan datang.
 
c.       Fungsi Integralistik
Dalam dunia kependidikan, PPL (Program Pengalaman Lapangan) menjadi hal utama untuk menguji kualitas. Bukan hanya di sistem pendidikan keguruan saja yang melaksanakan ini bahkan disetiap lembaga pendidikan tinggi juga menerapkannya, baik teknik, perbankan, apalagi keguruan. Artinya, program micro teaching merupakan bagian integral Program Pengalaman Lapangan (PPL) serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus sebagai mata kuliah wajib lulus.
 
d.      Fungsi Eksperimen
Keberadaan micro teaching berfungsi sebagai bahan uji coba bagi calon guru pakar di bidang pembelajaran.[11] Umpamanya seorang guru atau seorang ahli berdasarkan penelitiannya menemukan suatu model atau suatu metode pembelajaran, maka sebelum penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diuji-cobakan di dalam micro teaching ini. Dengan demikian hasilnya dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan.
Dari fungsi-fungsi ini,  bagi mahasiswa calon guru mengadakan latihan pembelajaran pada pengajaran mikro ini yang utama adalah performance. Hal inilah yang biasanya dikembangkan dalam pengajaran mikro. Performance (penampilan, kinerja) adalah penampilan seseorang yang dihayati oleh orang lain. Kesan pertama terhadap seseorang karena kenampakan alami diri seseorang (appearance). Selanjutnya dengan melakukan latihan yang berulang–ulang dalam pengajaran mikro, performa mahasiswa calon guru diharapkan akan menjadi perilaku (behavior). Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi pengajaran mikro merupakan arena melatih performance.

Footnote:
[1]Zainal Asri, Micro Teaching: Disertai Dengan Pedoman Pengalaman Lapangan, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal.
[2]J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 44.
[3]Dadang Sukirman, Pembelajaran Micro Teaching, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012), hal. 21.
[4]Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, cet. 6, (Jakarta: Bumi Aksara,  2009), hal. 144.
[5]Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 189.
[6]Ibid.,
[7]J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar..., hal. 46.
[8]BambangHartono, Pengajaran Mikro: Strategi Pembelajaran Calon Guru/ Guru Menguasai Keterampilan Dasar Mengajar,(Semarang: Widya Karya, 2010), hal. 37.
[9]Hamalik, Pendidikan Guru..., hal. 144.
[10]Sardiman A.M, Interaksi dan..., hal. 186.  
[11]Asril, Micro Teaching..., hal. 119.

Senin, 16 Maret 2015

Urgensi dan manfaat Psikologi Agama




Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Urgensi dan makna Psikologi Agama”
Makalah ini berisikan tentang defenisi psikologi,Agama,ruang lingkup,dan manfaat mempelajarinya,atau yang lebih khususnya membahas tentang “Pengertian Psikologi Agama,Ruang lingkup Psikologi Agama,Manfaat Psikologi Agama”
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang psikologi dan agama, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu Saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, Saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Bangko, 016 Maret 2015

      











i
                                                                DAFTAR ISI

            Kata Pengantar................................................................................................................. i
            Daftar IsI........................................................................................................................ii
                                                                          
            BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang masalah..................................................................................................1

                  BAB II
                  PEMBAHASAN
1.      Pengertian Psikologi Agama...................................................................................2
2.      Ruang lingkup Psikologi Agama................................................................................4
3.      Sejarah Psikologi Agama.........................................................................................6
4.      Urgensi Psikologi Agama...............................................................................................6
5.      Manfaat Psikologi Agama.......................................................................................7

                  BAB III
                  PENUTUP
1.      Kesimpulan................................................................................................ ....................9
2.      Kritik dan Saran.............................................................................................................9
3.      Daftar pustaka            .........................................................................................................10











ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Untuk menjawab semua persoalan-persoalan yang berhubungan dengan keyakinan itulah, maka ilmu jiwa agama perlu meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempengaruhi berapa besar pengaruh keyakinan agama tersebut dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Psikologi agama sangat berpengaruh dan menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
Dalam hal ini akan dijelaskan bagaimana pengertian psikologi agama yang akan dibahas dalam makalah ini. Penulis berharap ada tujuan akhir yang akan dicapai dalam mempelajari psikologi agama sehingga makalah ini bermanfaat dalam memahami psikologi agama. Penulis juga bertujuan mengajak para pembaca untuk memahami agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya, bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya. 
Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak, apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Psikologi Agama
1.      Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan yunani psyce yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya ( ilmu jiwa ). Secara umum, psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.

Psikologi Menurut Beberapa Ahli:
·         Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa bahwa Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
·         Menurut plato dan Aristoteles Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari teentang hakekat jiwa serta prosesnya sampai akhir. \
·         Menurut Clifford T. Morgan Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
·         Menurut H. Sumardi, MSI Psikologi adalah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap serta tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala jiwa yang berada di belakangnya.
·         Menurut Ricard H. Thouless Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku pengalaman manusia.
·         Menurut Jalaluddin Psikologi adalah imu yang mempalajari gejala jiwa manusia yanng normal, dewasa, dan beradab.
2.      Pengertian Agama
Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Banyak para ahli yang berpendapat tentang arti agama, diantaranya :

·         Menurut Harun Nassution, arti agama berdasarkan asal kata, yaitu al-din, religi ( relege, religare ) dan agama. Dalam bahasa semit al-Din berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, Agama ( Ad-din ) artinya
2
·         hukum, ikatan, dan peraturan. Dalam bahasa latin kata religi ( relege ) berarti mengumpulkan dan membaca ;yang kemudian menjadi kata religare yang berarti mengikat.
·         Agama adalah ikatan yang harus dipegang dan dipenuhi manusia. Ikatan adalah kekuatan yang lebih tinggi dari manusia yang tidak dapat ditangkap keduanya, namun mampu mewarnai kehidupan.
·         Menurut Harun Nassution, Agama harus mempunyai 4 aspek yaitu : (1). Kekuatan gaib (2). Keyakinan terhadap kekuatan gaib (3). Respon (4). Paham adanya yang kudus.
·         Menurut Robert H. Thouless, fakta menunjukkan bahwa agama berpusat pada Tuhan atau Dewa- Dewa sebagai ukuran yang menentukan yang tak boleh diabaikan ( keyakinan tentang dunia lain ). Ia mendefinisikan agama adalah sikap /cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencangkup acuan yang menunjukkan ingkungan lebih luas daripada dunia fiisik yang terikat ruang dan waktu—the spatio-temporal physical world ( dunia spiritual ).

3.      Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77). Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca,
kemudian religare berarti mengikat. Dan kata agama terdiri dari tidak, “gama”; pergi yang berarti tetap ditempat atau diwarisi turun menurun .
Dari definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15)

3
Menurut Robert Thouless, Psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan.  
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Selain ittu juga mempelajaripertumbuhan dan perkembangan jiwa agma pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut. Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku mannusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
Dari pengertian psikologi dan pengertian agama . dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari gejala – gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran , perasaan dan kehendak yang bersifat abstrak yang mneyangkut dengan masalah yang berhubungan dengan kehidupan bathin ,manusia yang mempengaruhi perbuatan – perbuatan manusia dan menimbulkan cara hidup manusia atau ajaran – ajaran yang diwahyukan  tuhan kepada Mnusia melalui seorang rasul.
Menurut Prof Dr. Zakiah Daradjat. Psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi agama, adalah ilmu yang  mempelajari tingkah laku makhluk hidup mengenai kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaru keyakinan beragama serta keadaan hidup pada umumnya.

B.     Ruang Lingkup Psikologi Agama
Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama

4
berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa
psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang lainnya.
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yangg dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari maslah agama lainnya. Pernyataan Robert Thouless, memusatkan kajiannya pada agama agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok / masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan psikologi.
Menurut Zakiyah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama mengenai:
a)      Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut serta dalam kehidupan beragama orang biasa ( umum ). Contoh : perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
b)      Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya. Contohnya: kelegaan batin.
c)      Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati/ akhirat pada tiap-tiap orang.
d)     Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
e)      Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. Semua itu tercangakup dalam kesadaran beragama (religious counsciousness) dan pengalaman agama ( religious experience )


5
C.    Sejarah Psikologi Agama
Perhatian secara psikologis terhadap agama setua kehidupan umat manusia, sejak kesadaran manusia tumbuh orang telah memikirkan tentang arti hidup. Perilaku manusia yang berkaitan dengan dunia ketuhanan ternyata telah banyak menyita perhatian para ahli dan pada abad ke-19 perhatian tersebut dilakukan secara ilmiah lewat Psikologi Agama. 
Sumber-sumber Barat mengungkapkan bahwa penelitian ilmiah modern di lapangan Psikologi Agama dimulai sejak adanya kajian para antropolog dan sosiolog tentang agama. Terbitnya buku The Psychology of Religion karya E.D Starbuckth tahun 1899 menjadi tanda lahirnya Psikologi Agama.
Di dunia Timur (Islam) kajian-kajian Psikologi Agama telah banyak dilakukan dan jauh sebelum lahirnya Psikologi Agama di Barat. Seperti terbitnya karya Ibnu Tufail (1110-1185) Hayy Ibnu Yaqzan, al Ghazali (1059-1111) dengan karya al Munqidz min al Dhalal dan Ihya ‘Ulum al Din dll, namun belum dikembangkan ke dalam Psikologi Agama.
Di Indonesia, Psikologi Agama mulai dikenal sejak tahun 1970 an. Prof.Dr.A. Mukti Ali dan Prof.Dr.Zakiah Dradjat yang dikenal sebagai pelopor pengembangan Psikologi Agama di lingkungan IAIN, dan terbitnya beberapa buku Psikologi Agama.
Perkembangan Psikologi Agama sekarang semakin pesat yang mengarah kepada ilmu Psikologi terapan yang banyak manfaatnya dalam berbagai lembaga spt lembaga pendidikan, penyuluhan, pembinaan masyarakat, perusahaan, rumah sakit, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, dakwah dll.

D.    Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan
Education (pendidikan) dan jiwa keagamaaan sangat terkait, karena pendidikan tanpa agama ibaratnya bagi manusia akan pincang. Sedang jiwa keagamaan yang tanpa melalui menegemant pendidikan yang baik, maka juga akan percuma. Dengan kata lain, pendidikan dinilai memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan pada seseorang.




6
1)      Pendidikan Keluarga 
Perkembangan agama menurut W.H. Clark, berjalin dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasikan secara jelas, karenaa masalah yang menyangkut kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan
terlibat didalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu bekembang (W.H. Clark, 1964: 4). 
2)      Pendidikan Kelembagaan 
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbgai faktor yang dapat memotivasi nak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab, pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai.
Oleh karena itu, pendidikan agama lebih dititik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga.

3)      Pendidikan Masyarakat 
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Peran psikologi agama dalam lembaga ini adalah memupuk jiwa keagamaan karenma masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fidik maupub psikis. Yang mana pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Sehingga sangat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis.

E.     Manfaat Psikologi Agama
Diantara kegunaan psikologi agama yaitu sejalan dengan ruang lingkup kajiannya telah banyak memberi sumbangan dalam memecahkan persoalan kehidupan manusia kaitannya dengan agama yang dianutnya.

7
Perasaan keagamaan itu dapat mempengaruhi ketentraman batinnya baik konflik itu terjadi pada diri seseorang hingga ia menjadi lebih taat menjalankan ajaran agamanya maupun tidak.
Psikologi agama dapat di manfaatkan dalam berbagai lapangan kehidupan seperti dalam bidang pendidikan, psikoterapi dan dalam lapangan lain dalam kehidupan,di bidang industri, psikologi juga dapat dimanfaatkan,misalnya, adanya ceramah agama islam guna untuk menyadarkan para buruh dari perbuatan yang tak terpuji dan merugikan perusahaan.
Dalam banyak kasus, pendekatan psikologi agama, baik langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk membangkitkan perasaan dan kesadaran beragama. selain itu dalam pendidikan psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental keagamaan peserta didik.





















8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya penyadaran terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang hanya sebagi kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.


Kritik Dan Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.





9
DAFTAR PUSTAKA
Rahmad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Penerbit Putra Utama: Jakarta.
Rahmad, Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama (sebuah pengantar). Penerbit: Mizan media buku utama, Jakarta.
Abu Bakar, Muhammad. 1981. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran. Usaha Nasional: Surabaya.
Awwad, Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Gema Insani Press: Jakarta.
Quraish Shihab. 1992. Membumikan al Qur`an Bandung: Mizan,
Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
H. Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Radar Jaya, 2009
















10